MAJULAH BAYUNGKA RAYA!!


MAJULAH BAYUNGKA RAYA!

Mengenai Saya

Foto saya
Bogor, Jawa Barat, Indonesia
@bayungka

Minggu, 26 Juni 2011

Minggu, 26 Juni 2011



Sore itu, dengan playstation, imajinasi dan khayalan tingkat tinggi. Berpura-pura menjadi seorang ‘Arsene Wenger’, di depan TV 21 inchi. Aku sadar hanya di playstation ini TV china itu mampu menampilkan kemenangan besar ‘Arsenal’ atas ‘Barca’. Semakin jadi sering aku memainkannya, semakin besar ekspektasi akan keinginan menjadi manajer tim besar. Walaupun aku sadar itu hanya cita-cita konyol dan membuat ketawa bagi siapa yang mendengarnya.
Kira-kira pukul 16.30 waktu Negara bayungka raya. Perlu diketahui bahwa Negara bayungka raya memilikii pembagian waktu yang sama dengan Negara sebelah, Indonesia bagian barat. Ketika sedang asyik-asyiknya memainkan peran sebagai seorang theo ‘wallcot’ yang menggocek ‘puyol’. Dan ketika dahi sedang mengerut-mengerutnya, tiba-tiba si listrik memadamkan dirinya seiring petir besar. Masih ingat, petir yang bagaikan nuklir Hiroshima Nagasaki. Diikuti badai besar. Seperti kipasan baso putri kipas pada serial ‘kera sakti’. Kemudian datanglah sang air. Benda kesukaan filsuf. Sering diabadikan dibuku-buku sebagai perumpamaan, itulah “air”. Air Hujan yang deras kali ini.
Aku shock setengah hidup, keadaan kamar menjadi gelap. Gelap sekali, seperti merasakan bahwa kala itu aku sedang diantara galaksi Bimasakti dan Andromeda, menjadi seonggok meteor yang sendirian, tak punya teman. MENAKUTKAN !!!
Dengan reflex sebagus ‘markus’, akupun lari keluar untuk mencari telefon genggam yang entah sembunyi dimana dan berharap itu menjadi satu-satunya sumber cahaya. Lagi, saya sadar. Di Negara ini signal BB membusuk. Tulisan SOS akrab menyambangi telephone genggam butut ini. Tadinya aku berharap menghubungi Mboth (teman dwi). Maklum, kala itu si Mboth selingkuh dengan motorku. Tak tau mereka berkencan dimana. Semoga tidak di puncak. Atau jangan-jangan motorku di cuci otaknya agar berharap mau bergabung dengan Negara Mboth. Semoga motorku tidak selabil pemiliknya.
Pasrah akhirnya, membayangkan tiba-tiba ada payung atau lilin dihadapanku. Tapi tidak dengan realita. Aku kurang senang berteman dengan mereka, dan akhirnya aku sadar bahwa mereka itu bermanfaat. Sebelumnya saya berfikir bahwa lilin itu hanya untuk yang ulang tahun, atau payung hanya untuk paku. Untuk membangun rumah.
Untunglah, walaupun aku tidak seidealis Soe Hok Gie, dan tak secerdas Einsten. Dengan bodohnya aku keluar rumah dan mencari daun pisang dengan keadaan basah kuyup. Dapat ! , Entah kenapa kala itu aku ingin makan pisang. Tidak, daun pisang, tapi gak enak ! . Baru ingat, aku ingin menjadikannya payung darurat.” Barang substitusi !”, maksudku .
Dengan kuyupnya aku pergi ke atas, warung. Membeli lilin, bukan untuk ulang tahun melainkan pengganti lampu sementara. Separuh perjalanan dengan ditemani daun pisang terhenti oleh bau harum dari arah warkop. Oh tidak, aku lapar. Sadar belum makan siang. Barangkali penjaga warkopnya cyintia Bella, Bunga Citra Lestari, atau Nagita Slavina. Khayalan memang hanya khayalan. Penjaganya si aa, yang sedang sibuk menulis deretan angka di bekas kardus rokok. “Menghitung inflasi ya a”. sapaku sambil berharap dia ketawa atau sekedar senyum. Salah, dia lebih mirip patung, patung yang bisa diamanahkan menjaga warkop.
Mie rebus a”. “Pake telor ya”. “Telor ayam, jangan telor Gajah, tidak sanggup aku menghabiskannya”.Basa- basiku.
Hmm”. Ketusnya
Kopi juga ya a”. “Gak pake the, tapi susu”.
Hmm..Hmm”. Ketusnya ketusnya ketusnya.
Ingin mengajak nya berdiskusi tentang kenapa Zinkum digolongkan ke table periodic kimia, atau kenapa fotosintesis terjadi. Sayangnya dia lebih suka berketus ria. Ingin mengajaknya bermain hujan dengan daun pisang. Menganggap bahwa hujan tidak menertawakan umur kita. Dan ingin mengajaknya ke Pluto, tapi sayang Pluto sudah didepak oleh merkurius.
a, beli lilin teh dimana ya?” “urang pengen beli buat ulang tahun ayam tetangga sebelah”
di warung pojok” Jawabnya tanpa tidak menanyakan kenapa aku berniat merayakan ulang tahun ayam jago tetangga sebelah.
Seperti seorang manajer yang putus asa karena tim nya tak kunjung mencetak gol, saya pun membayar mie rebus dan kopi tadi. Tak lama listrik mau hidup lagi. Mati suri kataku. Atau diangkat lagi oleh PLN untuk menerangi kami si Mahasiswa haus hiburan. Dan akupun kembali me negaraku, Negara Republik Bayungka Raya untuk menjalankan roda pemerintahan bersama dengan TV, gitar, harmonica, laptop, headphone, dan kasur.
Tak semua orang mau tertawa.
Bogor, Dengan keadaan kedinginan dan ditemani susu.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar