MAJULAH BAYUNGKA RAYA!!


MAJULAH BAYUNGKA RAYA!

Mengenai Saya

Foto saya
Bogor, Jawa Barat, Indonesia
@bayungka

Sabtu, 10 Desember 2011

Sekte Insomnia bag.1


Pagi ini tidak sedang tidur. Ini jumat kliwon, katanya alien banyak yang datang. Mungkin isu, sudah sejam yang lalu kutunggu di balkon kontrakan bersama rasa kantuk, tak ada yang muncul. Sejujurnya, bukan menunggu kunjungan antar planet oleh alien. Sedang menunggu penjual pulsa lewat depan kontrakan. Diketawain foto Hitler! katanya mana ada dinihari gini. Ada! Pencuri pulsa aja ada di dini hari, kenapa tidak dengan penjual pulsa. 

Kelihatanya si Nunug sudah tidak meniduri kasur. Mungkin dia khawatir juga kalau pulsanya dicuri. Kusarankan dia beli gembok yang besar, atau dikunci ganda, biar pulsanya tak ikut-ikutan ilang, Ya, mungkin setelah kejadian malam tadi aku akan menyuruh anak-anak kontrakan untuk gantian ronda tiap malam. Biar pulsanya gak dicuri lagi! 

"Mungkin pulsanya diambil tuyul bay!" . "Eh bukan, Babi ngepet!".

Option kedua lebih dihindari. Bukan karena dicuri tuyul lebih enak. Tapi kalo babi ngepet sepertinya belum butuh pulsa. Kata tetangga sebelah sih si babi masih surat-suratan pake merpati. Atau mungkin pake kaleng bekas yang disambung pake benang!

Kalo tuyul mungkin masuk akal jika maling pulsa. Dia kan temenya kunti sama pocong yang sering online tiap hari bersama beribu followersnya. Mungkin tidak! si tuyul gak pake twitter, dia Facebook! 
"kan bisa pake 0.facebook!". "Gratis mas, gratis liat tulisan doang" .

Kami kesal. Bukan karena kenapa Majapahit runtuh. Tapi karena itu pulsa baru dibeli beribu detik yang lalu. Tiba hilang dicuri maling. Si Fiber, wanita kolektor pulsa yang tadi menjual sebagian pulsanya kepadaku. Berikut percakapan kami beribu detik  yang lalu lewat sms:

Bayungka : "hai”

Fiber : "Ya" (manusianya tak sejudes tulisannya)

Bayungka : "Jual bensin gak?" (entah kenapa bodohnya kutanya bensin)

Fiber : (Lalu sunyi senyap tanpa sms masuk)

Untung aku ketemu dia di acara perkuliahan metode statistik. Masih bisa konfrontasi dengan wanita luar negeri itu tentang ketololan sms tadi. Dan pastilah terjadi transaksi pulsa yang disaksikan tas abu-abu, buku Ronald E.Walpole edisi ketiga, dosen metode statistika, projektor, sampah bekas makanan kind joy dan beberapa bangku kuliah.

Sayang konfontasi itu sia-sia akibat pulsa dicuri tadi malam. Entah kenapa bisa dicuri? padahal tak sedetikpun aku tidur. Bukan karena lupa caranya tidur! hanya mencoba ronda. Biar keadaan negara bayungka raya aman dari pencuri pulsa. Oh pulsa. Haruskah ku beli alarm spongebob, gembok raksasa atau jangkar kapal untuk melindungimu.

Maafkan kami babi ngepet dan tuyul, kau harus kufitnah karena hal ini. Karena kami tak tau siapa yang disalahkan. Maling pulsa itu lebih lihai dari awan kinton. Lebih kejam dari Squidwart. Lebih meneror dari amrozy. Rasanya bantuan dari spiderman, densus, atau ilmu ragasukma atau rawarontek pun susah untuk menangkap pencuri pulsa itu.

Di Bayungka Raya, dengan perasaan lupa tidur untuk menjalani jadwal ronda malam dikarenakan maraknya pencurian pulsa.

Bukan imsonia, hanya amnesia, lupa caranya tidur.

Selasa, 29 November 2011

Facebooktainment

Ini bukan curhat colongan. Atau buku diary yang pada masa hanung bramantyo ini berubah dari pohon menjadi LCD. Sebenarnya ingin curhat, ingin memberitahukan kepada semua teman-teman jejaring sosial apa yang sedang saya lakukan, apa yang sedang saya kerjakan, namun sayangnya aku bukan penggemar acara status selebriti di televisi. Tentunya aku bukan seorang public figure, imam besar, anggota boyband, atau sekedar nabi. Walaupun menurut sebagian dari kami mereka adalah sosok yang penting, yang harus diketahui setiap detil kegiatannya kepada para follower, umat, contact bbm, atau media massa.

Atau hanya ketika batrei telepon genggamku sudah hampir habis lalu kuberitahu semua orang lewat status "huft, lowbat deh". Sepertinya tidak! tidak pantas, bukan karena aku tak sepenting presiden negara tetangganya malaysia. Tapi karena aku takut jika Goblin mengetahuinya. Aku takut kalau Goblin tahu bahwa handphone ku lowbat, pasti dia akan menyerangku bersama siluman ketimun. Karena dia tau, jika handphone lowbat maka galaulah kami yang tak tahu harus melakukan hal selain bertelepon genggam ria. Begitu bencananya ketika lowbat menyerang. Bahkan lebih menyeramkan dari serangan rudal korea utara, lebih menegangkan dari pertandingan sepakbola antara Indonesia vs Malaysia. Ataukah mungkin hidup kami hanya sekuat batrei handphone? yang khawatir setengah mati ketika lowbat, keringat dingin menggigil seperti malaikat datang ingin mencabut nyawa kita.
Maafkan kami Tuhan, walaupun kami juga berkeTuhanan yang Maha Esa.

Terkesima melihat akun social network Si Bawang Putih, wanita dari negara tetangganya Malaysia. Hampir setiap 3600 detik dia mengetik status, mungkin dia berbakat jadi penulis. Sayangnya orangtuanya hanya setuju kalau dia jadi istri seorang pria. Alangkah beruntungnya jika Riri Reza membaca setiap status-statusnya. Penuh dinamisasi, konflik, antiklimaks, tokoh-tokoh dominan, mungkin jika disinetronkan bisaa menyamai Cinta Fitri session 7 panjangnya.
Aku harap statusnya hanya cerita mitos belaka, sekedar fabel, atau legenda rakyat. Kalaupun tidak, begitu ribetnya hidup dia dengan segudang masalah percintaan yang sangat rumit, melebihi film INCEPTION. Mungkin perlu berfikir 2546,0389 kali untuk mencerna ceritanya. Oh, Desi Ratnasari, maafkan kami yang sekarang lebih mengetahui cerita cinta si Bawang Putih daripada ceritamu di infotainment. Menurut kami Facebooktainment lebih menyenangkan, menarik, seperti cerita termohok-mohok yang ngaku-ngaku diangkat dari kisah nyata. Bukan fabel.

Aku yakin, si Bawang Putih lebih populer dibanding van tepaz . Tentu karena si Bawang Putih hidupnya lebih berwarna semenjak Facebooktainment. Tapi juga karena van tepaz hanya aku yang tahu. Yah dia nama kipas angin berwarna pink yang ada di atas meja bayungka raya. Alay memang namanya, sedikit blasteran noni belanda dan orang mongol. Apalagi warnanya yang pink! Tak tahu kenapa dia pink, mungkin kalo merah dia takut dipanggil HELLBOY. 

Sekali lagi ini bukan blog curhat, atau perlu kutulis "Cerita ini hanya fabel belaka. Bila ada kesamaan muka dan tempat link maka hanya karena kebenaran". Tapi yakin si van tepaz tidak setuju 'mirip serial tuyul dan mbak yul bay!'.

Semoga presiden negara tetangganya Malaysia tidak ikut-ikutan update status masalah negara tetangganya Malaysia itu. Dipastikan dengan mudah Churcill akan menginvasi negaranya politikus itu. Katanya, politik mereka hidup dimana saja. Selain hobi bermain di hukum, si politik katanya juga hobi nongkrong di sepakbola dan agama. Semoga tidak dengan Bayungka Raya.
Sudahlah kawan, ini bakat kami, bakat kreatif memplagiat, mencela, atau jual beli apa saja. Jangan diambil jantung, lebih murah ceker ayam soalnya.
Ini bukan curhat colongan sekali lagi. Hanya biar kalian tahu, bahwa tidak hanya kalian yang punya facebook.
Majulah Bayungka Raya




Rabu, 16 November 2011

Facebook yang berperikepramukaan


Sedang menjalankan perintah agama. Menyimpul kembali tali pramuka silaturahmi. Entah itu simpul jangkar, pangkal, atau mati. Terserah yang penting nyambung bay! Kalo lepas lagi, tinggal di lem pakai lem ajaib yang dijual di samping stasiun lusa. Yang jual pakai cincin besar-besar itu kan. Mukanya serem tapi lucu, mirip Che Guevara menari pakai High Heels. Seram tapi menarik, menarik senyum kami yang sedang lalu lalang.

Sudah lama tak ketemu, terakhir kali kulihat si rozaq teriak lulus di kelas setengah jadi. Masih pakai celana pendek merah. Dasar kau zaq tak menutup aurat. Tapi tak apalah, kata Bu Handayani kita belum akil baliq. Kita mengiyakanya kan? Walaupun tak tau apa itu artinya, yang jelas bahasa arab. Tapi bukan idgam billagunnah.

Sekarang kami bertatap hidung kembali, dengan status akil baliq, dengan celana panjang, bukan celana pendek. Dalam rangka reuni sih katanya. Tapi mungkin lebih ke nostalgila. Kalo asumsi masa SMA itu paling indah, kami sepakat masa SD itu paling cantik. Betapa tidak? Enam tahun kita bermain bersama, tak memikirkan eksternalitas, insentif pajak, emisi, abatementt cost, inflasi, deflasi, apalagi korupsi. Yang kita fikirkan hanyalah bagaimana bisa bermain bola setiap waktu, dimanapun, kapanpun. Jam kosong? Itu waktu paling bahagia untuk bermain bola. Apalagi kalau si aris sudah melempar sepatunya ke tiang bendera. Sepatunya memang tak bertali, biar gampang memakai untuk siswa SD yang bangun kesiangan dan harus ngebut dengan sepeda BMX. Apalagi si Jojon sudah melepas kacamatanya. Sampai sekarangpun masih kufikir, apa dia bisa melihat bola? “Ah yang penting berkeringat! Biar anak-anak perempuan merasakan bau atletis yang khas dan mendominasi kelas”. 
 
Masih ingat kau? Ketika kupecahkan bingkai kaca kelas dengan tendangan supernaga itu! Untung pak Marjono memaklumi. Kau taulah, aku ketua kelas! Banyak gaya dan kata ! Piciknya aku. Mungkin lebih tepatnya kreatif, adaptif, dan situasional.

Tidak seperti kelas satu, sudah kurasakan hukuman menggelikan. Mulut terplester sampai pulang, bersama itu kan? Si Bimo, Damas, Bagas, Bagus. Gara-gara gangguin si efa-efi yang kembar itu. Hahaha nakal ya kami. Bukan nakal sih, sok-sokan centil. Mungkin gara-gara semalam nonton sinetron tersanjung, yang itu, Ari Wibowo sama Lulu Tobing ! Adegannya ketika ari wibowo menggendong lulu tobing sehabis pulang kerja. Ari Wibowo masih memakai kemeja kantor, Lulu Tobing sebagai ibu rumah tangga yang harus berlipstik merah setiap saat. Kufikirkan saat itu, apa Lulu tobing juga berbibir lipstik ketika harus mencuci sprei? Maafkan kami Tuhan, semoga waktu itu kami belum akil baliq.

Hai Nendika? Ingatkah kau? Kelas dua itu, kita jadi duta sekolah. Lomba Pendidikan Agama Islam kan? Aku juara 1 sholat lho. Setiap pulang sekolah kita berlatih membaca juz amma, sama itu, Bu Handayani. Baik sekali dia, membelikan kita air mineral sama roti. Kita dikasih Juz Amma kan? sampulnya hijau, masih ada di lemari sekarang, masih ada tulisan dan tanda tanganku kelas dua SD. Tersenyum kubaca tulisannya "Presiden RI : Prof. Dr. Ir Bayu W. Putro MM." . Sayang, sekarang di IPB lulusannya bukan Insinyur lagi, Sarjana nen! Maafkan jani yang harus diingkari untuk menjadi seorang insinyur. Apa daya kebijakan pendidikan kita, membuat adaptatifnya cita-cita. Realistis mungkin. Tapi percayalah, secara fundamental masih sama ! Menjadi Seniman, melukis dunia, menyusun musik negara. Biar Cicak, Buaya, dan Sapi bisa berdansa bersama.

Hai Reza? Ingatkah kau? Kelas tiga, kita dihukum di ruang kantor. Kau malah tersenyum-senyum ya. Aku yang takut setengah mati. Dikelilingi guru-guru kelas lima. Kau sudah dewasa za! Kau pintar mengendalikan emosi daripada aku. Mungkin gara-gara aku keseringan dengerin kaset westlife, jadi menye-menye. Aku yang mengikuti gaya shane, melankolisnya kisah SD.

Hai Theo? Kau ketua kelas empat. kami segan terhadapmu, kalau jujur mungkin bukan karena wibawa. Tapi ketakutan, yah, kau kan sering bawa penggaris panjang itu. Buat memukul kami yang ramai ketika ditinggal pak Gatot. Kalau kami berani waktu itu, mungkin kami panggil kau Hitler! Itu kan sudah tak orde baru theo! Mungkin kita masih terbawa kepemimpinan yang mengeraskan. Apalagi ketika Sindhu mendekatimu, biar tak kau catat namanya di kertas. Judulnya kan “Yang Ramai di Kelas, untuk dilaporkan wali kelas”. Terimakasih Theo kau menyadarkan kami sekarang, tanpa ancaman tak taulah kami sedang apa sekarang. Mungkin menjadi mafia di meksiko sambil hisap cerutu besar dan jas hitam besar.

Hai Ayom?  Ingatkah kau? Aku masuk tim sepakbola antar sekolah dasar. Yah, duta sekolah kan? Hanya aku dalam tim yang bukan jebolan sekolah sepakbola. Tak apalah, yang penting sekolah kita ada wakilnya. Nomor punggung 14 itu, aku yang di sayap kiri. Bercampur sama anak-anak sekolah lain. Mungkin yang membuat bahagia adalah tiap pagi diantar pak Kamto, penjaga sekolah itu. Naik motornya untuk latihan bola. Enak yom, aku jarang sekolah ! Makanya sekarang aku bisa menyelesaikan fungsi willingness to pay. Aku tak ngerti anatomi, mungkin bukan karena aku ambil kedokteran. Aku pilih ekonomi lingkungan yom! Biar ada yang bantuin pak Kamto menjaga lingkungan.

Hai Bimo? Itu kelas lima juga. Kita duta sekolah untuk pramuka. Masih hafal semaphore?  Apakah kau masih mahir morse? Aku masih mengingatnya bim! Kadang di kampusku kugunakan morse untuk memanggil seorang kawan. Dia fikir aku tukang parkir! Dasar teman tak ber peri kepramukaan. Mungkin morse akan jadi bahasa nasional Bayungka Raya kelak Bim !

Hai Arjuna? Ingatkah? Kita pernah punya band. Bareng Sindhu, Jojon, Bimo, Aris. Itu Pandawa5, yah kita latihan di studio si Bagus. Kita ngaku-ngaku anak SMP kan? padahal pakai baju batik celana merah. Gayusnya kita. Masih kah kau bermain musik? Kita pernah jadi duta sekolah kan? itu Lomba menyanyi, sama Mustika dan Ferry. Kau nyanyi lagu Tanah airku itu kan? sama rayuan pulau kelapa? Aku jarang bermusik sekarang jun. Tapi masih sering bernyanyi, pakai harmonica jun, atau gitar? Biar jadi sebesar creed.

Hai Sindhu, masih ingatkah kau, kelas tiga, aku bermain gitar, kau piano. Gitarnya kebesaran ya? Bukan, badan kita yang kekecilan. Kau harus tau, sekarang sudah bisa pegang kitar sambil berdiri sin! 

Sekarang kita sudah akil baliq, kita bertemu lagi waktu itu. Reuni, berkumpul kembali, bukan dengan pelajaran seni kriya nya pak Joko yang harus kita membuat anyaman. Bukan pelajaran kebersihan dengan bu Imaculata yang harus kita memotong kuku. Bukan seorang pramuka siaga bersama bu Ruth lagi. Kita sebagai teman lama yang bertatap hidung!

Terimakasih Iwe yang sedang mengeksplorasi diri di IPDN Kalimantan, Aris yang menjaga kestabilan Sragen, dan Aku yang di Bayungka Raya, bagian kecil Bogor menyatukan teman-teman semua di malam itu bersama facebook ! Terima kasih facebook, kau tak Cuma alay, kau tak Cuma trending topic galau ! Kau lebih dari simpul jangkar ! Kau memergerkan lagi kami yang menyebar di penjuru tanah air. Sampai bertatap hidung lagi kawan-kawan!

Bogor, terdiri atas es batu di kala hujan. Bernyanyi bersama two door cinema club. Dia yang terus bernyanyi tanpa memperdulikanku yang salah kunci.

Senin, 17 Oktober 2011

Ibuisme

Halo Bayungka Raya, masihkah kau menjadi kerajaan yang demokratis dan tak oportunis?
kalau kau fikir piring merah bekas mie goreng dibawah monitor itu suatu kemalasan,
bagaimana dengan buku-buku berserakan yang tak kunjung selesai dibaca?
atas playlist bayungka dan longbeach yang seribu kali diputar oleh laptop panas.
Padahal kau tahu, kami tak malas mematikannya.

Halo ibu? masihkah kau menyimpan baju bola prancis 1998 berbahan woll yang kubeli bersamamu?
Hadiah dari tiap malam memijit kaki-kaki perkasamu.
Hei, ingatkah ibu, ketika ibu berubah fikiran untuk mengizinkanku naik gunung di musim hujan?
itu bu, karena tiba-tiba aku ingin disuap nasi dari tangan ibu.

Ibu, padahal kau tahu. Itu Bu, ketika aku belajar memasak nasi goreng jamur.
Dapur bukan berantakan olehku bu, dapur berantakan karena nasi-nasi yang senang sekali berceceran.
Ingatkah dulu? ketika aku sering mendekap di perut ibu. Lari kedalam rumah memeluk ibu. Gara-gara aku yang tak mempedulikanmu tak bermain bola plastik. Kakiku berdarah bu, sakit!
Ibu, masih ingatkah kau? mengantarku untuk menari jawa dengan kanak-kanak. Mengantarku menjadi pemegang tenor? mengantarku deklamasi di radio itu bu? yah. Maafkan aku bu, aku pemalu.
Ibu ingat? ketika kakiku harus dijahit? sehabis dirobek mantri yang muka nya mirip silvestre stallone? Jahat bu, sakit bu. Asal robek kaki.
Untung besoknya aku dapat seratus ribu dari Pak Bupati, itu bu. Juara mewarnai. Yang pialanya dibawakan bu Umi itu! aku tak kuat mengangkatnya. Heh, ibu masih menyimpan uangku itu kan? Sekarang bukan pak Bawono lagi bu! tak mau ada yang memberiku uang lagi.

Ibu masih ingat? aku yang mungil memakan setengah balsem. Kupikir itu selai rasa mint bu. Maafkan aku bu,
Dulu kita naik go-car kan? berdua itu bu. Aku yang menyetirnya! mirip david Choultrad kan?

Ibu masih menyimpan? foto kita berdua di depan lintasan? aku yang memakai topi lapang micky mouse? ya kan? Yang fotonya aku coret-coret bu. Biar kelak jadi seniman bu, melukis masa depan.

Masih ingatkah bu? aku yang hobi disetrap guru waktu SD, gara-gara itu bu. Si kembar cantik, sering kami goda!
Ibu, kapan kita naik bus bertingkat lagi bu? sambil makan cornetto. Ibu bacakan buku RUPL kecil itu bu.
Biar hafal kota-kota di dunia, kita akan kesana kan bu?
Maafkan aku bu, yang dulu ketika TK  ingin memberi kado ibu. Aku iri bu, tak bisa membelikanmu. Maka kuambil selendang lama ibu dilemari untuk kubungkus dan kuberikan ibu lagi, Maaf bu.

Ibu, kapan kita belajar masak lagi? aku sekarang sudah bisa bikin sayur bayam bu! kata teman kurang enak, tapi enak kok! enak untuk diingatkan sayur bayam ibu.

Ibu, aku dulu ingin boneka ya? tapi ib marah. Katanya itu untuk perempuan. Bukankah itu emansipasi bu? Aku kemaren beli boneka bu, tapi untuk adek. Bukan aku.
Ibu, masih sering marah kah? gara-gara harus lari-lari dari dapur belakang kan? iya kan? ternyata yang menelfon temen-temen perempuanku sekolah kan? maaf bu. Aku belum punya pager waktu itu. Sekarang ada twitter bu! Tak perlu ada yang lari-lari.

Ibu, aku dulu cengeng ya? ingat kan bu? ketika harus tidur sendirian. Takut bu, ada doraemon melihat dan tertawa di bawah pohon mangga. Ibu tak percaya sih ! benar bu. Itu doraemon! tapi berkulit kuning.
Ibu, masih ingatkah bu? aku yang sering ketemu ular di rumah? Ibu kira aku ratu ular kan? bukan bu. Aku laki-laki bu, bukan ratu.

Ibu. Aku di Bayungka Raya, merayakan hari Ibu. Berbeda dengan negara tetangga. Kesinilah bu lain waktu, Hari ibu ada setiap minggu.

Selasa, 11 Oktober 2011

Puisi tingkat tinggi

Kejadian ketika si Fatha pulang kerumah, capek katanya. Sekolah memang melelahkan, apalagi bagi anak kelas 3 sekolah dasar seperti dia. Yang seharusnya masih menikmati bermain dengan boneka teletubbies yang dibelikan oleh bapak, yang seharusnya ingin menaiki sepeda roda tiga mungilnya pemberian ibu, atau memutar kotak musik yang kuberikan. Mungkin juga sedang asyik menyusun puzzle "NEMO" pemberian kakak.

Mukanya berubah drastis seperti kurva supply ke demand. Seperti irfan bachdim yang tiba-tiba menjadi artis, seperti adi bing slamet yang tiba-tiba menyanyikan lagu anak-anak. Ah, tidak Bing Slamet hanya legenda anak-anak  dulu yang menua. Itu kata Ayah ketika dia menggendongku di sambil menginjak rumput depan rumah.

Fatha girang, "Mas nyampe kapan? kapan balik Bogor?". Itu kata-kata ritual yang dia ucapkan sambil mengelap peluh sisa-sisa papan tulis kelasnya setiap melihat aku pulang ke rumah. Seperti tidak ingin cepat-cepat ditinggal jauh oleh kakak-kakaknya yang hidup di perantauan.

Kulepaskan sepatu dan kaos kakinya sambil mencubit pipinya yang mirip bakpao spesial kacang hijau yang dijual di POM bensin jaman dulu.
"Siapa nama gurunya?"
"Nama teman sebangku?"
"Siapa lagi? siapa? siapa lagi"
Selalu kutanyakan itu setiap ketemu fatha, biar dia senyum. Biar dia menjawab sambil menunjuk-nunjuk jemarinya. Walaupun sebenarnya aku tau siapa guru dan teman-temannya. Maklum, pertanyaan itu sudah kutanyakan lebih dari 6666 ayat.

"Gimana tadi sekolahnya?"
"Di ajar sama pak Spiderman gak?"
"Diajarin caranya menempel di dinding gak?"
Skali lagi, kutanyakan hal itu agar dia tertawa. Agar dia sejenak melupakan membosankannya pelajaran sekolah dasar, yang pasti, agar aku mendapat kesempatan mencubit pipinya lagi.

"Tadi disuruh bikin puisi Mas!"
"Aku cuma dapat C". Kata Fatha.

Dia sedih sepertinya, teman-teman lainya dapat A atau B. Kuambil bukunya dari tas barbie merah jambu favoritnya. Dan inilah puisinya :

PUISI
karya fatha

Bapak pergi ke kantor naik mobil.
Ibuk pergi mengajar naik bus.
Mas andit pergi ke kantor naik pesawat.
Mas Bayu pergi kuliah naik senja utama (yang dimaksud dia adalah kereta, itu nama kerta solo-jakarta)
Fatha pergi ke sekolah naik boncengan Mbak Anna. 
Barbie ke sekolah naik Fatha (barbie  = maksud dia adalah tas merah jambunya).

Oh Fatha, jenius sekali puisimu. Puisi yang melebihi pemikiran anak Sekolah Dasar. Sayang sekali kau mendapat C. Andai gurumu tau, majas mu begitu indah, tak terfikirkan oleh teman-teman sebayamu atau guru-gurumu.

Sayang sekali, kau bersekolah di Indonesia, sekolah yang menganggap pintar itu matematika. Seni itu bodoh, Seni kata mereka hanya kemalasan.
Fatha, jangan bersedih. Nilai C mu itu hanya ketidak sampaian pola fikir guru mu. Kalau kau tau, puisi itu bukan matematika. Puisi itu tidak ada yang salah. Puisi itu kebenaran fikiran manusia.

Sabarlah Fatha, doakan kakakmu cepat lulus, dan cepat menyekolahkanmu di sekolah milik kakak sendiri. Sekolah yang mengajarimu untuk senang. Bukan sekolah yang menghambat kreatifitasmu. Bangsa ini butuh sastrawan besar. Tidak hanya pekerja perusahaan.
Sabarlah Fatha.

Bogor, dengan ditemani tugas komputasi sumber daya, dan manajemen.





































Kamis, 06 Oktober 2011

Atas Nama Pendosa


Itu disaat kami mahasiswa spesialis pembunuh liburan harus berada di Dramaga. Kawasan elit (empang lele ikut tinggal) sekitar kampus IPB Sarjana. Kami menyukainya karena kawasan yang sungguh istimewa ini. Pohon-pohon masih tenang berdiri disamping modernisasi. Angkot-angkot masih tenang berbaris di jalan Babakan Raya, atau truk ayam dengan bau khasnya bisa berjejer nikmat dengan mobil F 1PB. Apalagi kawasan ini juga memiliki seribu bahasa, selain sunda, jawa, batak, Sulawesi, jepang, inggris, timur, aceh, melayu, sampai bahasa biner.  Juga memiliki pilot ojek lulusan balap yang sangat gesit “demi pelanggan a’”.

 Kami memiliki kebiasaan berkumpul dijalanan pada pagi hari atau sore hari. Berkumpul dengan mobil, motor, angkot, sepeda, bus, truk tinja, sampai truk TNI pun ada. Kami memang gemar berkumpul di jalan raya Dramaga, sambil bermain music klakson dan mesin, menikmati asap kendaraan yang wangi itu. Yah, itu olahraga pagi dan sore, itung-itung menjalin ukhuwah macetiyah bersama-sama.

Aku sedang berboncengan dengan seorang kawan yang sepertinya lupa  akan rasanya hidup di tengah-tengah kata ‘Jancuk’. “Jancuk itu artinya akrab bay,”. Kalo ketemu Pak Ustadz bilanglah “Jancuk”. “biar akrab”. Yah, setengah percaya atau tidak. Meragukan.

Kami berniat melepas lelah setelah bercumbu dengan FISIKA sesiangan itu.. ‘FISIKA’ Semacam nama perserikatan sepakbola yang jarang tampil di televisi. Yah, maulah. Itu karena  tadi dia mau kusuap 50 ribu untuk mencicipi air empang di depan kontrakan. “Cuma pengen tau bagaimana rasanya, kalo enak kan bisa kita jual berliter-liter”. Kalo kita banyak duit kan menghebohkan. bisa bikin es doger sendiri, bikin nasi goreng sendiri, bikin helipad di samping gymnasium kampus, untuk mendarat helicopter yang kami pakai untuk menyebar duit. “Biar deflasi ya? “ , “Iya gentian atuh, pemerintah yang inflasi, kita yang mendeflasikan”. 

Dia mahasiswa yang paling nyambung kuajak berbahasa jawa tiap hari senin (karena hari senin adalah hari berbahasa jawa bagi Baungka Raya). Sebut saja namanya Bunga –red.  Mungkin kalo dia membaca tulisan ini akan protes, kenapa harus bunga? Kenapa tidak ‘scheqhtlzxc’ biar keren seperti nama orang cekoslovakia? Kenapa tidak ‘Q iNgIn DcNta’ seperti nama keren di facebook itu? Atau tidak si ‘Franx’ biar keren seperti bocah boyband? .Semoga saja dia menyetujuinya kusebut ‘Bunga’. Walaupun sedikit flamboyant, tidak! Sepertinya tak cocok, dia gahar!

Oke sebut saja dia Manggala. (ketahuilah, demi kipas angin yang setiap pagi membangunkanku dengan rasa dinginnya, saya sudah meminta izin kepada dia sebelum menulis ini).

Kira-kira ketika acara Box office sudah mulai di televisi televise Indonesia, kami sampai ke tempat tujuan. Kau harus tahu, dia hebat bermain billiard. Ibarat pemain basket, dia mirip Kelly Purwanto. Tak terduga !!!         Maka kuputuskan untuk menyerap semua ilmunya kala itu. Ibarat Pemain sepakbola, dia maradonna dan aku messinya. Ingin ku mendapat titisan darah billiard nya. Tapi tidak, sepertinya darah Manggala bukanlah B. Kita hanya sama-sama tertarik dengan Fauna. Walaupun dia bisa akrab dengan semua jenis spesies  apapun (kecuali kecoa). Bahkan dia pernah membawa ular yang ditemukan disamping kontrakanya ke dalam kelas, WOW! “Buat temen bay, Lucu sih!”.

Ketika kira2 3600 menit X 2 kami bermain, (sengaja tak kuceritakan serunya permainan kami, kau taulah aku hanya memasukkan bola nomor 9 setiap bertanding). Billiard itu seperti gundu ! Aku yang ketika Sekolah Dasar selalu kalah bermain gundu dan hanya bisa membeli dari temanku, kubeli gunduku sendiri yang telah berpindah tangan ke mereka karena kepengecutanku di dunia pergunduan. Mengenaskan. Memang bodohnya aku yang tak berkegunduan. Gundu memang permainan yang sangat susah. Mungkin kedua tersusah setelah menaikkan layang-layang. Bagi layang-layang, aku hanya dianggapnya seorang penikmat atraksinya, tak lebih dari sekedar sebagai pesuruh temanku untuk memegangkan layang-layang sejauh mungkin sebelum mereka menerbangkannya. Mungkin mereka pilot, dan aku petugas bandara. Pecundang ! ingin kuulangi masa itu, dimana aku tak mau tertulis di sejarah sebagai pecundang. Tapia pa daya, sekarangpun aku tak bisa menerbangkan kertas kotak itu.
Kamipun berencana pulang ke kontrakan masing-masing, dan aku yang sudah dinantikan oleh kasur dan sprei ‘Amerika’ yang kutinggal seharian. Kenapa bendera Amerika? Karena tiap malam kubayangkan menjajah negara adikuasa itu. Walaupun hanya benderanya. Aku mengerti apa yang kau rasakan sur kasur! Kau pasti ingin kutiduri dengan gaya pogo atau skank. Atau sedikit moshing untuk mengempeskanmu yang sudah kempes.

Di perjalanan pulang, Ketika aku asyik memandang tulisan baliho besar di Jalan Padjajaran. Pertandingan Bogor Raya vs Persema, tapi kenapa gambarnya Irfan Bachdim Persema itu? Yah kau harus taulah. Keganthengan muka nya menggeser posisi Ari Wibowo dalam sinetron tersanjung 1, sinetron yang pernah ditonton si Ibu samapi Tersanjung 6 itu. Kemaren, Ibu-ibu gang sebelah pun lebih suka menonton liga Indonesia daripada Sinetron yang judulnya selalu memakai nama orang itu. “Gantheng pisan a’ , irpan teh mirip sama suami urang waktu masih muda”.  

Setengah perjalanan lagi,Si Manggala mengajakku mencari Rumah Sakit 24 jam, entah apa yang difikirkannya kala itu. Apakah dia ingin bilang ‘jancuk’ kepada perawat cantik-cantik. Biar akrab mungkin dengan jancuk. Oh, tidak? Dia hanya ingin mencari resep dokter, untuk seorang wanita di kampus. Begitu setianya dia, sampai harus mencarikan bukti bahwa dia benar-benar berobat malam itu. Bahwa si Manggala tidak pergi billiard bersamaku. Di balik laki-laki gahar, terdapat wanita gahar pula sepertinya.

“Berapa ratus ribu yang akan kau keluarkan untuk kejeniusanmu itu cuk?”

“Ayolah Bay, “, katanya.

Aku tau hari itu adalah hari-hari yang terasa paling lama bagi kami mahasiswa perantau. seperti  seakan-akan seorang penjelajah waktu dari abad 67 yang berani memperlambat jam, memperlambat hari, memperlambat kiriman orangtua kami. Dan berimplikasi kepada memperlambatnya denyut jantung kami.

“Atuh kenapa kau tak anggap saja aku dokter? Tinggal kucoret2 diatas kertas, beres. Jadilah resep”. Mungkin seingatku kala itu dia ragu padaku. Dia ragu kalau tiba-tiba yang kutulis bukan resep dokter, melainkan resep telor dadar semrawut ala bayungka.

“Obatnya?” tanyanya.

“adalah obat sisa sakit kepalaku berbulan-bulan yang lalu, kalaupun kau harus minum didepan wanitamu, masih enak kok”. Jawabku dengan gaya mirip Mr.google. Tau semua yang kau Tanya.

Masalah terjadi dengan plastik pembungkus obat berlabelkan rumah sakit, Kami tak memilikinya, entah kenapa tiba-tiba motorku memarkirkan diri di sebuah UGD kecil di kawasan Bogor Barat. Sepertinya mesin motor bututku seirama dengan otak kiriku. “Hahahahay”. Manggala pun tau apa yang kumaksud. Yah, seperti batman dan robin, spongebob dan Patrick. Atau Safa dan Marwah dalam serial sinetron yang ditunggu bapak-bapak sehabis maghrib.

Ku hampiri mas2 di samping meja tamu.
“Mas, ini temen saya di kontrakan sakit migrain, dia tidak bisa keluar rumah, kalau untuk membeli obatnya doang bisa kan?” basa basi.
“Maaf dek tidak bisa, pasiennya harus kesini”, Jawab mas2.
“Aduh, kalo obat ‘pcenomilatin’ ada ga?”. Sumpah aku dan manggala menahan ketawa, karena baru saja aku asal menyebut nama apapun yang mirip dengan obat. Dengan harapan mas2 itu masuk kedalam ruangan untuk menanyakan kepada teman yang lain. Kenapa harus pcenomilatin? Kenapa tak sekalian kutanyakan ‘ular bakar’, atau ‘oli mesin’?

Yah, benar sekali ketika mas-mas berbaju putih itu masuk menghampiri temanya yang sedang menonton acara tv di ruang sebelah, si Manggala dengan gesitnya langsung mengambil beberapa plastic pembungkus obat di meja tamu. (maafkan kami Tuhan, maafkan kami mas-mas, kami menyesal telah membuatmu tertipu. Kami menyesal membuatmu kebingungan dengan nama obat yang kusebutkan tadi. Kuharap itu bukan obat untuk borok kaki. dan kami menyesal harus memindah tugaskan plastik pembungkus obat itu, percayalah, ini atas nama cinta!!!). Percayalah mas-mas muda berhati mulia, plastic itu akan bahagia bersama kami. Kalaupun plastic itu rindu dengan kau, bolehlah suatu waktu kuantarkan dia ke meja kerjamu untuk melihatmu lagi. Mungkin suatu saat akan kami akan meminta maaf kepadamu mas, atau ketika kau membaca ini, maafkanlah kami.

“Tidak ada dek”, dia dating dengan fikiran bingung.

Kami pun pamit dengan membawa dosa besar, dosa yang mungkin lebih besar daripada korupsi jika diadili di pengadilan Indonesia. Semoga kau tidak seperti pelapor kakek2 yang mengambil coklat di kebun perusahaan besar itu. Tidak seperti hakim-hakim yang maha adil itu. Semoga.Akhirnya atas nama cinta Manggala, kami pun melanjutkan perjalanan dengan terbahak-bahak. Pendosalah kami dengan segala dosa.

Bogor,  dengan ditemani symphony no 40 in G minor karya Mozart. Atas nama rakyat Bayungka Raya.

Rabu, 05 Oktober 2011

MAN201 Keputusan


MANAGEMENT CLASS (KULIAH MANAGEMENT)
Department of Management, college of economics of management
Bogor Agricultural University

Lectures Prof Dr. Ujang Sumarwan, Msc
ujangsumarwan.blog.mb.ipb.ac.id
Session 6
Pengambilan Keputusan dan Rencana jangka pendek/jangka panjang
Bayu Windiharto Putro - Department of Resource Environmental Economics - Bogor Agricultural University.




Saya mendapat kiriman email dari seorang lulusan SMA di Jogjakarta bingung dalam mengambil keputusan. Orang tuanya menyuruh dia untuk meneruskan kuliah di IPB Bogor. Orang tuanya menginginkan pelajar tersebut meneruskan pendidikan yang lebih tinggi. Di sisi lain pelajar tersebut selain cukup pintar di akademik, ternyata dia memiliki bakat di bidang seni musik. Bahkan karena hobi dan bakatnya itu dia dan teman satu band nya cukup memiliki pasar di kota nya. Kebetulan semua temannya kuliah di Jogjakarta. Dan mereka cukup menjanjikan dengan industry seni tersebut. Bagaimana dia harus mengambil keputusan?

Teman,
Sesuatu yang baik bagimu, belum tentu baik bagi orang lain. Sesuatu yang sempurna menurutmu, belum tentu sempurna untuk lain. Dan Tuhan memberikan apa yang kamu butuhkan, bukan yang kamu inginkan. Sekalipun hal yang kamu butuhkan itu tidak kamu inginkan.
Bukankah kesuksesan itu karena Izin Tuhan? Dan bukankah ridho Tuhan juga melewati restu orangtua? Orangtuamu menyuruh kamu meneruskan kuliah di IPB karena dia lebih tahu apa yang terbaik untuk anaknya. Tidak mungkin orangtua akan menjerumuskan anaknya sendiri.
Semua makhluk hidpu di dunia ini wajib untuk menuntut ilmu.  Walaupun ujungnya juga akan ke materi. Tapi, dengan anda memilih untuk kuliah di Bogor, bukan berarti  anda akan membunuh potensi di luar akademik anda. Anda masih bisa menembangkan hobi anda di kota yang baru, dengan pengalaman yang lebih, tentunya dengan perjuangan yang lebih berat.
Walaupun anda berada di Bogor, anda masih bisa berkarya dengan teman anda di Jogjakarta, mungkin sebulan sekali anda bisa pulang untuk bertemu keluarga dan tentunya dengan teman-teman anda. Terima kasih, semoga jawaban saya bisa sedikit membantu.

Rencana jangka pendek (1 tahun) =
1.  Menyelesaikan membaca buku-buku karangan dr. Abdullah Citropawiro, N.Gregory Mankiw, Walter Nicholson, akhmad Fauzi, Ph.D.
2.       Singgah di semua provinsi di Pulau Jawa.
3.       Mendapatkan IPK > 3
4.       Membeli buku minimal satu bulan sekali.
5.       Mendapatkan karakter hidup

Rencana jangka panjang (4 tahun) =
1.       Lulus dengan IPK > 3
2.       Lulus dengan berkarakter
3.       Mendapatkan dan membuat pekerjaan.
4.       Keliling Indonesia, minimal pulau-pulau besar.
5.        


1.