MAJULAH BAYUNGKA RAYA!!


MAJULAH BAYUNGKA RAYA!

Mengenai Saya

Foto saya
Bogor, Jawa Barat, Indonesia
@bayungka

Jumat, 22 Juli 2011

kalkulator china

itu sore, entah siang, meragukan, pukul 13 waktu Indonesia (negara tetangga bayungka raya). Tapi tidak ada muda-mudi yang nongkrong di pinggir jalan, tidak ada alim yang biasa tidur di masjid. Mungkin karena saya waktu itu bukan di jalan babakan raya atau di masjid al-hurriyah. Sepakat saja kita dengan sore, lebih enak suasananya. sedikit romantis bak sinema korea.

Saya di Ruang kuliah gedung fakultas tekhnik. Kesal, dalam rangka sebagai mahasiswa ekonomi yang harus mengulang mata kuliah fisika. Di baris paling belakang, tak enak sebenarnya. Tapi itulah hobi lama saya yang akan terus diasah. "toleransi sama mahasiswa yang ingin mendekati bapak, saya kan laki-laki, nanti dikira homo". "lebih baik saya duduk menjauh, takut bapak tertarik dengan penampilan saya yang mirip ranger hitam pak."

Itu bapak jaman. Berwibawa, jenius, aplikatif. hampir semua siswa suka dengannya. Kharismatis, pantas jadi presiden pak!. Sayang beliau tidak berminat berkelahi di televisi itu. Bapak memang berwibawa. Ingin saya seperti bapak, aduh sayang saya tak ahli di fisika. Takut mahasiswanya sesat.

Kami berada di soal nomer 3. Soal responsi untuk dikerjakan bersama-sama. Sebenarnya judulnya sedikit membuat pusing bagiku. 'KINEMATIKA'. Seakan-akan mirip nama tombak yang membunuhku tadi malam di alam mimpi, bersama dia.

Kami bergaya bak wakil rakyat, dengan sidang paripurnanya. Banyak pertanyaan, banyak yang bertanya, dan banyak yang ditanyakan kenapa kami bertanya. ah, tanya saja pada sang penerima pertanyaan.

Soal berikutnya mengenai hubungannya dengan momentum. "dari ketinggian berapa sebuah benda harus dijatuhkan agar Ek nya ketika sampai tanah setara dengan Ek bila benda bergerak 108 km/jam?". Wow, kami memperhatikan beliau, aku memandangnya yang menghadap ke proyektor. Entah kenapa aku membayangkannya beliau seperti alim ulama menyampaikan khutbah ramadhan. Mungkin karena aku kagum padanya.

Dan kami pun berlomba menghitung dan menyelesaikan masing-masing. Ada yang menghitung hanya dengan imajinasi, dengan lidi yang dipatahkan, dengan ponsel, dengan bolpoin, dengan kalkulator, dengan mengantuk, dan saya pun dengan laparnya.

"Berapa jawabnya?", pak dosen menggelegar.
"45,43 meter pak". Jawab mbak cantik di depanku yang mirip zaskia.
"45,67 meter lah, kau salah". Sahut mahasiswa depan.

"KENAPA BEDA?" tanya dosen.
Dalam hatiku mungkin karena mereka nasionalis. Berbeda-beda tetap satu jua. Ah, tapi ini bukan pendidikan pancasila. Ini Fisika.

"Mungkin kalkulator kami china Pak, lebih detail terhadap angka dibelakang koma". Jawabku

Bogor, dalam rangka kemalasan menghadapi semester pendek.
turut berduka atas matinya liburan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar