MAJULAH BAYUNGKA RAYA!!


MAJULAH BAYUNGKA RAYA!

Mengenai Saya

Foto saya
Bogor, Jawa Barat, Indonesia
@bayungka

Rabu, 16 November 2011

Facebook yang berperikepramukaan


Sedang menjalankan perintah agama. Menyimpul kembali tali pramuka silaturahmi. Entah itu simpul jangkar, pangkal, atau mati. Terserah yang penting nyambung bay! Kalo lepas lagi, tinggal di lem pakai lem ajaib yang dijual di samping stasiun lusa. Yang jual pakai cincin besar-besar itu kan. Mukanya serem tapi lucu, mirip Che Guevara menari pakai High Heels. Seram tapi menarik, menarik senyum kami yang sedang lalu lalang.

Sudah lama tak ketemu, terakhir kali kulihat si rozaq teriak lulus di kelas setengah jadi. Masih pakai celana pendek merah. Dasar kau zaq tak menutup aurat. Tapi tak apalah, kata Bu Handayani kita belum akil baliq. Kita mengiyakanya kan? Walaupun tak tau apa itu artinya, yang jelas bahasa arab. Tapi bukan idgam billagunnah.

Sekarang kami bertatap hidung kembali, dengan status akil baliq, dengan celana panjang, bukan celana pendek. Dalam rangka reuni sih katanya. Tapi mungkin lebih ke nostalgila. Kalo asumsi masa SMA itu paling indah, kami sepakat masa SD itu paling cantik. Betapa tidak? Enam tahun kita bermain bersama, tak memikirkan eksternalitas, insentif pajak, emisi, abatementt cost, inflasi, deflasi, apalagi korupsi. Yang kita fikirkan hanyalah bagaimana bisa bermain bola setiap waktu, dimanapun, kapanpun. Jam kosong? Itu waktu paling bahagia untuk bermain bola. Apalagi kalau si aris sudah melempar sepatunya ke tiang bendera. Sepatunya memang tak bertali, biar gampang memakai untuk siswa SD yang bangun kesiangan dan harus ngebut dengan sepeda BMX. Apalagi si Jojon sudah melepas kacamatanya. Sampai sekarangpun masih kufikir, apa dia bisa melihat bola? “Ah yang penting berkeringat! Biar anak-anak perempuan merasakan bau atletis yang khas dan mendominasi kelas”. 
 
Masih ingat kau? Ketika kupecahkan bingkai kaca kelas dengan tendangan supernaga itu! Untung pak Marjono memaklumi. Kau taulah, aku ketua kelas! Banyak gaya dan kata ! Piciknya aku. Mungkin lebih tepatnya kreatif, adaptif, dan situasional.

Tidak seperti kelas satu, sudah kurasakan hukuman menggelikan. Mulut terplester sampai pulang, bersama itu kan? Si Bimo, Damas, Bagas, Bagus. Gara-gara gangguin si efa-efi yang kembar itu. Hahaha nakal ya kami. Bukan nakal sih, sok-sokan centil. Mungkin gara-gara semalam nonton sinetron tersanjung, yang itu, Ari Wibowo sama Lulu Tobing ! Adegannya ketika ari wibowo menggendong lulu tobing sehabis pulang kerja. Ari Wibowo masih memakai kemeja kantor, Lulu Tobing sebagai ibu rumah tangga yang harus berlipstik merah setiap saat. Kufikirkan saat itu, apa Lulu tobing juga berbibir lipstik ketika harus mencuci sprei? Maafkan kami Tuhan, semoga waktu itu kami belum akil baliq.

Hai Nendika? Ingatkah kau? Kelas dua itu, kita jadi duta sekolah. Lomba Pendidikan Agama Islam kan? Aku juara 1 sholat lho. Setiap pulang sekolah kita berlatih membaca juz amma, sama itu, Bu Handayani. Baik sekali dia, membelikan kita air mineral sama roti. Kita dikasih Juz Amma kan? sampulnya hijau, masih ada di lemari sekarang, masih ada tulisan dan tanda tanganku kelas dua SD. Tersenyum kubaca tulisannya "Presiden RI : Prof. Dr. Ir Bayu W. Putro MM." . Sayang, sekarang di IPB lulusannya bukan Insinyur lagi, Sarjana nen! Maafkan jani yang harus diingkari untuk menjadi seorang insinyur. Apa daya kebijakan pendidikan kita, membuat adaptatifnya cita-cita. Realistis mungkin. Tapi percayalah, secara fundamental masih sama ! Menjadi Seniman, melukis dunia, menyusun musik negara. Biar Cicak, Buaya, dan Sapi bisa berdansa bersama.

Hai Reza? Ingatkah kau? Kelas tiga, kita dihukum di ruang kantor. Kau malah tersenyum-senyum ya. Aku yang takut setengah mati. Dikelilingi guru-guru kelas lima. Kau sudah dewasa za! Kau pintar mengendalikan emosi daripada aku. Mungkin gara-gara aku keseringan dengerin kaset westlife, jadi menye-menye. Aku yang mengikuti gaya shane, melankolisnya kisah SD.

Hai Theo? Kau ketua kelas empat. kami segan terhadapmu, kalau jujur mungkin bukan karena wibawa. Tapi ketakutan, yah, kau kan sering bawa penggaris panjang itu. Buat memukul kami yang ramai ketika ditinggal pak Gatot. Kalau kami berani waktu itu, mungkin kami panggil kau Hitler! Itu kan sudah tak orde baru theo! Mungkin kita masih terbawa kepemimpinan yang mengeraskan. Apalagi ketika Sindhu mendekatimu, biar tak kau catat namanya di kertas. Judulnya kan “Yang Ramai di Kelas, untuk dilaporkan wali kelas”. Terimakasih Theo kau menyadarkan kami sekarang, tanpa ancaman tak taulah kami sedang apa sekarang. Mungkin menjadi mafia di meksiko sambil hisap cerutu besar dan jas hitam besar.

Hai Ayom?  Ingatkah kau? Aku masuk tim sepakbola antar sekolah dasar. Yah, duta sekolah kan? Hanya aku dalam tim yang bukan jebolan sekolah sepakbola. Tak apalah, yang penting sekolah kita ada wakilnya. Nomor punggung 14 itu, aku yang di sayap kiri. Bercampur sama anak-anak sekolah lain. Mungkin yang membuat bahagia adalah tiap pagi diantar pak Kamto, penjaga sekolah itu. Naik motornya untuk latihan bola. Enak yom, aku jarang sekolah ! Makanya sekarang aku bisa menyelesaikan fungsi willingness to pay. Aku tak ngerti anatomi, mungkin bukan karena aku ambil kedokteran. Aku pilih ekonomi lingkungan yom! Biar ada yang bantuin pak Kamto menjaga lingkungan.

Hai Bimo? Itu kelas lima juga. Kita duta sekolah untuk pramuka. Masih hafal semaphore?  Apakah kau masih mahir morse? Aku masih mengingatnya bim! Kadang di kampusku kugunakan morse untuk memanggil seorang kawan. Dia fikir aku tukang parkir! Dasar teman tak ber peri kepramukaan. Mungkin morse akan jadi bahasa nasional Bayungka Raya kelak Bim !

Hai Arjuna? Ingatkah? Kita pernah punya band. Bareng Sindhu, Jojon, Bimo, Aris. Itu Pandawa5, yah kita latihan di studio si Bagus. Kita ngaku-ngaku anak SMP kan? padahal pakai baju batik celana merah. Gayusnya kita. Masih kah kau bermain musik? Kita pernah jadi duta sekolah kan? itu Lomba menyanyi, sama Mustika dan Ferry. Kau nyanyi lagu Tanah airku itu kan? sama rayuan pulau kelapa? Aku jarang bermusik sekarang jun. Tapi masih sering bernyanyi, pakai harmonica jun, atau gitar? Biar jadi sebesar creed.

Hai Sindhu, masih ingatkah kau, kelas tiga, aku bermain gitar, kau piano. Gitarnya kebesaran ya? Bukan, badan kita yang kekecilan. Kau harus tau, sekarang sudah bisa pegang kitar sambil berdiri sin! 

Sekarang kita sudah akil baliq, kita bertemu lagi waktu itu. Reuni, berkumpul kembali, bukan dengan pelajaran seni kriya nya pak Joko yang harus kita membuat anyaman. Bukan pelajaran kebersihan dengan bu Imaculata yang harus kita memotong kuku. Bukan seorang pramuka siaga bersama bu Ruth lagi. Kita sebagai teman lama yang bertatap hidung!

Terimakasih Iwe yang sedang mengeksplorasi diri di IPDN Kalimantan, Aris yang menjaga kestabilan Sragen, dan Aku yang di Bayungka Raya, bagian kecil Bogor menyatukan teman-teman semua di malam itu bersama facebook ! Terima kasih facebook, kau tak Cuma alay, kau tak Cuma trending topic galau ! Kau lebih dari simpul jangkar ! Kau memergerkan lagi kami yang menyebar di penjuru tanah air. Sampai bertatap hidung lagi kawan-kawan!

Bogor, terdiri atas es batu di kala hujan. Bernyanyi bersama two door cinema club. Dia yang terus bernyanyi tanpa memperdulikanku yang salah kunci.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar