Hai Fat,
Cerita ini terjadi beberapa tahun
yang lalu.
Sejak kelas dua SD, kakakmu ini sudah
terbiasa mengendarai sepeda untuk pulang sekolah. Sialnya, waktu itu rantai
sepedaku putus ditengah jalan. Karena ini terjadi siang hari dan di tengah
jalan yang sepi. Tak ada bengkel sepeda yang dekat. Kalaupun ada itu hanya
impian bagi anak kelas dua SD yang hanya punya uang saku 500 rupiah.
Apa yang dilakukan anak kelas dua
SD dengan sepeda kecil dan rantai nya yang putus di jalanan sepi? . Ketahuilah Fat. Saat itu, anak kelas dua SD
masih jauh angan-angan dari memiliki ponsel atau memiliki twitter. Jika kau harap aku harus menelfon bapak untuk
mendapat pertolongan, atau meminta
bantuan kepada followersmu, saya kira itu tidak mungkin terjadi.
Saat fatamorgana dan panas mulai
mempengaruhi akal sehat seorang bocah 7 tahun yang tertimpa musibah di jalanan panas
dan sepi, semuanya terasa sangat samar. Ketika aku mulai berteriak-teriak menyebut nama kakak laki-laki
kita yang paling tua, Saya kira dia tidak akan mendengarnya. Karena dia masih
sekolah. Dan sekolahnya lebih jauh dari sekolahku.
Lama-lama aku putus asa, dan aku
mulai menendang-nendang sepedaku. Tulang keringku pun berdarah. Ketika aku
melihat darah di kaki kananku, teriakan pun menjadi lebih keras. Tapi tetap
saja aku terus menendang-nendang sepeda dan darah keluar lebih banyak dari
sebelumnya. Sampai lama-kelamaan tendanganku melemah, dan kali ini aku mulai
duduk tak berdaya di samping sepeda.
Aku meringis melihat kakiku
berdarah dan rantai sepeda yang masih putus. Lalu aku mulai menyerah. Aku tak
lagi berteriak memanggil kakak. Aku tak lagi menendang-nendang sepeda. Aku
hanya duduk disamping sepeda, dibawah terik matahari. Di jalanan yang panas.
Kemudian, beberapa saat kemudian.
Aku merasakan angin tiba-tiba berhembus sejuk dan tenang. Aku merasakan cahaya
matahari tiba-tiba menjadi hangat dan nyaman. Padahal, sebelum-sebelumnya angin
juga berhembus tenang seperti sekarang.
Tetapi dari tadi aku hanya terobsesi dengan menyambungnya rantai sepedaku yang
putus hingga aku bisa pulang dengan cepat. Sampai-sampai sebelum-sebelumnya aku
tak bisa merasakan kesejukan angin yang berhembus. Aku hanya terobsesi pada sepeda yang semoga
tiba-tiba tak rusak lagi.
Fat,
Ternyata ketika aku lebih memilih
untuk menerima berjalan kaki berkilometer untuk sampai rumah daripada
memaki-maki takdir, aku akan lebih tenang.
Ketika aku lebih memilih berjalan
sangat jauh dan menikmati panasnya matahari daripada harus berteriak-teriak
meminta pertolongan, aku justru merasakan hangatnya matahari.
Fat..,
Mengharapkan pertolongan memang
masuk akal. Tetapi ketika pertolongan itu tidak terjadi saat itu juga, hanya
dengan menerima keadaan dan berhenti berharap, aku akan merasakan kedamaian.
Hai Fat…, Ketika banyak cara yang
tak bisa membuat kita menemukan kedamaian, Justru kita akan menemukannya
setelah kita mengalami masalah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar